Artikel

Mata Pelajaran Seni Budaya Akan Miliki Laboratorium

Jakarta — Untuk mendukung proses belajar mengajar mata pelajaran seni budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan membangun laboratorium seni budaya di sekolah-sekolah jenjang pendidikan menengah. Pembangunan laboratorium tersebut juga untuk memfasilitasi siswa supaya memiliki pengetahuan yang cukup mengenai seni budaya melalui praktik.

“Selama ini kita kan mengenal laboratoriumnya pun laboratorium fisika, atau kimia. Seni budaya belum ada. Kita tentu saja ingin anak-anak sekolah juga memiliki pengetahuan yang cukup tentang seni budaya. Ini kan perlu tempat. Tempat itu ga ada,” ujar Dirjen Kebudayaan Kacung Maridjan, usai launching produksi Film Soekarno, di Hotel Atlet Century, Jakarta, (5/9).

Kacung menjelaskan, saat ini Ditjen Kebudayaan Kemdikbud masih melakukan kajian tentang rencana pembangunan laboratorium seni budaya. Rencananya, untuk awal Kemdikbud akan membangun 20 laboratorium di sekolah-sekolah percontohan. “Yang pasti di kota-kota besar dulu. Tapi tidak menutup kemungkinan di daerah juga,” ujarnya. Diharapkan, tahun depan pembangunan laboratorium seni busaya bisa terealisasi. Setelah pembangunan laboratorium seni budaya rampung dikerjakan Ditjen Kebudayaan, untuk selanjutnya pengelolaan laboratorium akan menjadi wewenang Ditjen Pendidikan Menengah.

Selain membangun laboratorium, untuk mendukung mata pelajaran seni budaya, Ditjen Kebudayaan juga melakukan pelatihan kepada guru-guru yang mengajar seni budaya. “Itu sudah mulai dilakukan, termasuk pelajaran sejarah,” kata Kacung. Dua modul pun akan diterbitkan untuk menjadi pedoman guru dalam mengajar.

Modul pertama merupakan modul tambahan bertema budaya nasional untuk mendukung buku pelajaran yang sudah ada. “Sekarang kan pelajaran seni budaya sudah ada bukunya. Cuma kalau untuk operasional, belajar menari kan nggak dari buku, belajar main film juga nggak dari buku. Perlu praktik dan perlu audio visual. Jadi akan kita lengkapi dengan video,” jelas Kacung. Sedangkan modul kedua adalah modul pengayaan, yang bertema budaya daerah. Sehingga masing-masing daerah akan memiliki modul tentang kebudayaan daerahnya masing-masing. “Sehingga jangan sampai orang di Palangkaraya sana ngerti budaya nasional tapi nggak ngerti budaya Palangkaraya sendiri dan sekitarnya,” pungkasnya. (DM)

Sumber : http://kemdikbud.go.id/

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button